Cerpen "Pertemanan Masa Remaja" Karya Rama

 

Pertemanan Masa Remaja

 

Agung Fadhilah Ramadhan/03/XI MIPA 1

 

  Pagi yang cerah membuatku ingin melangkahkan kaki menuju masa depan yang lebih indah. Sekarang, aku sudah memasuki masa remaja yang paling menyenangkan kata orang-orang. Sudah genap 16 Tahun umurku, waktunya aku menempuh jalan yang baru. Hidup bersama teman-teman baru di sekolah SMA pilihanku. Aku memulai pagi dengan sarapan dari ibuku, setelah itu kuambil motorku dan pergi menuju sekolah. Sudah sekian lama aku menanti ini, menikmati masa remaja penuh romansa dan menghadapi masalah yang lebih berat. Tentu aku sudah siap dengan mentalku sekarang, karena aku sudah bukan anak-anak lagi.

  Sesampai di sekolah, orang yang pertama kutemui adalah Ratih, dia cantik, memiliki kulit sawo matang yang indah, dan senyuman manis di bibirnya. Ada perasaan aneh saat aku bertemu dengannya, entah apa yang ada dalam benakku, tetapi satu hal yang pasti, aku merasa suka padanya. Tidak lama kemudian, datang Aldi yang ingin berkenalan denganku.

 “Hai bro, siapa namamu?” Tanya dia, “Aku Fadil, salam, kalau namamu?” Aku menanyainya balik, “Aku Aldi, salam kenal juga hehe, ngomong-ngomong tahu sama perempuan yang ketemu tadi nggak?”, “Ohh, dia temanku Ratih”. Tidak ada waktu 5 menit, kemudian datang lagi dua perempuan yaitu Maya dan Maria. “Hai guys, salam kenal ya” Kata Maya sambal tersenyum, “Kalian ngapain disini, kenapa enggak langsung masuk ke kelas, malu ya ketemu teman-teman yang lebih keren itu” Kata Maria sambal menunjuk kedepan dengan tertawa kecil. Aku merasa heran dengan kedatangannya, apa yang salah dari kami. Sejak saat itu, aku mulai mengetahui ada golongan paling disegani di sekolah ini. “Aahh, Maria emang gitu orangnya, judes bet emang, kalau teman pilih-pilih cari yang golongannya sama” Kata Aldi agak sedikit kesal. “Emang sudah kenal ya sama banyak anak disini?” Tanyaku kepada Aldi. “Halah, jangankan banyak, kamu aja aku masih ngajak kenalan, hahaha” Jawab Aldi dengan tertawa. “Udah deh gak usah dipikirin, mending kita masuk ke kelas aja” Kata Maya sambal berjalan duluan. Kamipun mengikuti langkahnya dari belakang.

  Sesampainya di kelas, aku melihat Maria dengan golongannya, seperti membentuk geng di kelas tersebut sambil bergurau tanpa menghiraukan sekitarnya. Tak lama kemudian, 2 laki-laki datang mendobrak pintu kelas. “Brakk, Pagi Kelasss, Asek kelasnya bagus cuy”, “Yoi, kursi belakang gua ambil pokoknya”, Budi dan Gerald pun duduk dikursi belakang sambil bercanda gurau.”Keras amat buka pintunya” Ucapku sambil menunggu respon dari mereka,”Hih, sok asik, emang ini sekolah punya lu”, “Anak kutu buku gak usah sok asik hahaha”. Sesuai perkiraanku, ada golongan keras di kelas ini. Seperti kehidupan di sekolah pada biasanya, golongan seperti inilah yang paling banyak membuat resah. Waktu cepat berlalu, sekarang jam pelajaran sudah selesai. “Kamu mau pulang dulu kah Dil?” Tanya Ratih kepadaku, aku terkejut melihat dia dari belakangku, “Ehmm, iya memang kenapa??”, “Ada kompetisi Matematika lho di sekolah, kamu kan suka menghitung, gimana kalo kita ikut kompetisi itu?” Tanya Ratih dengan semangat, aku sangat senang mendengar tawaran tersebut. “Ikut ajalah, sekalian biar makin deket, haha” Kata Aldi sambil menepuk bahu kananku. “Iya dong, terima aja” Kata Maya dengan sedikit senyum. Tak sampai lama berpikir, akupun menyanggupi ajakan Ratih.

  Sudah 3 bulan berlalu, aku dan Ratih kini semakin dekat dan banyak mengikuti lomba yang berkaitan dengan Matematika. Kami mendapatkan banyak dukungan dan memenangkan banyak sekali perlombaan. Cukup menyenangkan bisa mendapatkan banyak prestasi dan teman-teman baru. Tapi tetap saja, masalah masih saja bisa timbul, “Wahh, anak MTK nihh, jalan lepas kacamata  bisa nggak??” Kata Budi sambil tertawa kencang dengan Gerald, “Udahlah, suka ngitung tapi ada kekurangan bisa apa, menang juga modal dukungan doang” Kata Gerald sambil tertawa kecil. Memang sudah lama mereka mengganggu dan merendahkan dengan kekuranganku seperti ini, tapi kali ini kata-katanya membuatku kesal. “Halah, jadi beban gak usah banyak hujat” kata itu langsung saja terucap dari bibirku. Hal itu memicu sebuah keributan diantara kami sehingga ada kegaduhan. “Woy, jangan gaduh” Ucap Aldi sambil panik. “Mana nih kebanggaan sekolah kok gak bisa lawan dua orang?” Sambat Maria dari kejauhan sambil melihat kegaduhan. “Aduh, berhenti dong!! Gak malu diliatin banyak orang” Kata Maya sambil menggiring tangan Ratih untuk melerai kami, “Weh ribut tuh ribut” Keadaan menjadi lebih parah karena semakin banyak orang yang mulai ikut dan melihat kami.

  Sejak saat itu, di kelas terbagi menjadi dua golongan yang berbeda. Aku tidak bermaksud untuk memecah belah suasana di sekolah, tetapi mereka saja yang suka membuat onar dan mengganggu. Ratih datang sambil duduk di bangku sebelahku, dia banyak berbicara untuk menenangkan suasana. Aku merasa tenang saat itu. Aku masih bersyukur punya teman-teman seperti Aldi, Maya, dan Ratih. Tak peduli apa kelebihanku dan apa saja kekurangan yang aku miliki, mereka adalah teman-teman baikku yang selalu memberikan dukungan dan nasehat serta bercanda bersama. Aku sudah tidak peduli dengan orang-orang yang mencemooh dan menghina itu. Akan ada banyak masalah yang akan selalu berdatang dalam hidup, namun satu hal yang pasti. Teman baik yang pernah didapati tidak akan pernah membiarkan hidup kita terlatur dalam sedih.

 

Komentar