ADA CERITA DI BALIK SEKOLAH
Rafa Risqillah T/24
Bel istirahat berbunyi. Setelah 3 jam belajar di kelas, rasanya ingin sekali segera beristirahat.
"Nggak sia-sia rek nilaiku paling bagus 95. Ini berkat belajar tadi malam," kataku keluar kelas sambil berjalan dengan ria.
Hari ini aku senang sekali. Bagaimana tidak? Aku berhasil mendapat nilai yang memuaskan. Padahal sebelumnya aku tidak pernah mendapat nilai sebagus itu.
Aku bersandar di dekat tembok kelas. Hari ini suasananya panas sekali.
"Fli..." Aku melihat ada temanku yang memanggil dan mendatangiku. Lebih ke teman dekat sih...
"Apa Van?" Aku bertanya balik. Sepertinya ada hal yang ia ingin sampaikan.
"Aku kok ada rasa suka sama anak baru di XI IPS 3 itu ya?"
Aku terkejut mendengar pertanyaannya.
"Hah? Ada rasa, siapa itu?"
"Itu lho. Siapa sih namanya... Aduh aku kok lupa ya... Emm... Ah iya! Aisha"
"Oh yang anaknya putih? Dia terkenal karena kecantikannya itu?"
"Iya. Bener banget"
"Aduuhh... Rasa suka beneran apa cuma main-main?"
"Beneran Flii..."
"Oalah. Ya udah. Ayo ke kantin beli minum. Sekalian ngobrol sambil jalan"
"Ayo!"
Aku mengajak Revan jalan-jalan ke kantin. Selama perjalanan, Revan tidak habis-habisnya membahas Aisha. Ia mengajakku berhenti sebentar untuk menanyakan tentang Aisha.
"Lho Fli, kamu kok bisa kenal Aisha?"
"Yaa... Kan aku waktu itu iseng kenalan. Habis itu nggak lama, dia juga sering ngobrol macem-macem tuh. Makanya aku kenal"
"Oalah..."
"Ya udah. Ayo lanjut..."
Saat kami mau melanjutkan perjalanan, aku mendengar ada dua orang yang membicarakanku di belakang.
"Hei! Kau membicarakan aku ya?!"
"Lho lho! Enggak! Siapa yang membicarakanmu? Kepedean banget"
"Kau sampai membicarakan aku lihat saja 2 orang. Tak sobek seragammu. Percuma kamu baik tapi suka membicarakan orang," jawabku dengan nada sinis dan mengancam.
"Udah udah. Ayo lanjut"
Kami berdua melanjutkan perjalanan ke kantin.
Setelah dari kantin, kami melanjutkan perjalanan. Kami akan berkeliling daerah sekolah. Kami juga saling ngobrol saat jalan. Disaat enak-enakan jalan, ada anak yang menjegalku.
"Eh eh. Ya ampun"
Aku melihat orang yang menjegalku. Ada Vino dan Ardi yang duduk sambil menikmati makanannya.
"Duh. Sudah jelek, suka caper, lewat juga."
"Mana mampu ia menyaingi kita?"
Aku dibantu berdiri oleh Revan. Aku hanya diam saja ketika Vino dan Ardi mengejekku.
"Kamu itu kegantengan kah? Kok mencela Rafli?"
"Ya ganteng dong. Emangnya kamu?"
"Udah udah. Ayo..." Aku mengajak Revan untuk pergi meninggalkan mereka. Kami sampai di tangga depan perpustakaan. Kami duduk disitu. Aku bersandar di tembok pegangan tangga. Kami mulai berangan-angan tentang masa depan.
"Pokok cita-citaku besok kepingin jadi dokter. Kok sepertinya enak gitu. Dapat uang banyak, kerja di rumah sakit besar... Kalau kamu ingin jadi apa Van?"
"Traveler aja deh Fli"
"Duh kamu itu. Main aja pikiranmu"
Disaat aku ingin berangan-angan, aku melihat ada anak bergaya cool datang untuk melewati tangga. Ya! Aku tahu siapa itu.
"Mas Aanass..." Aku mencoba menyapanya.
"Oh iya Fli..." Jawabnya dengan dingin tanpa tersenyum. Lantas aku pun tertegun.
"Garing Nas. Menyapamu seperti menyapa kerupuk. Ya kasih senyumnya sedikit dong...," kataku mengomentarinya. Revan yang mendengarkannya hanya bisa merespon dengan tertawa.
Setelah 15 menit, kami kembali ke kelas. Sayangnya, Revan ingin membeli barang di koperasi. Yah... Akhirnya aku berjalan sendiri menuju kelas. Di kelas, ternyata ada orang yang menungguku.
"Hai Rafli!" Aku tahu itu siapa. Aku terkejut karena dia menungguku.
"Oh... Hai Aisha. Kamu mau ngapain?"
"Justru itu. Aku mau minta tolong nih sama kamu..."
"Emm..." Aku langsung masuk kelas tanpa menghiraukannya. Aku langsung duduk dan mengambil handphone.
"Lho..." Aisha mengikutiku dan masuk ke kelas.
"Kamu kenapa? Kok tiba-tiba diam aja? Ada apa?"
"Enggak kok. Biasa aja"
"Tapi aku merasa ada yang janggal dari kita"
Aku teringat tadi Vino dan Ardi mengejekku karena Aisha. Di sisi lain, Revan juga ada rasa suka dengan dia.
"Sha, tak kasih tau ya. Kamu mulai sekarang jangan dekatin aku ya. Aku itu malu. Ada temenku yang suka sama kamu..."
"Oalah Fli, Fli..."
Brak!
Aku melihat ada dua orang di ambang pintu. Sosok itu sepertinya aku kenal. Benar saja. Itu Vino dan Ardi.
"Oohhh kamu gitu Sha... Kamu suka sama si serbet itu? Rabun kah matamu? Padahal ia itu lho jelek. Masing gantengan aku..," kata Vino. Kurang ajar. Bisa-bisanya ia membanding-bandingkan aku dengannya di depan kelas.
"Hei No! Mulutmu ya! Mentang-mentang ganteng kalau ngomong seenaknya sendiri!"
"Emang iya. Rafli kan anak yang disukai banyak perempuan. Paling-paling ya pakai susuk. Ihh... Kasihan yang kalah saing," kata Ardi membalas omongan Aisha. Di situlah aku mulai tersinggung.
"Aku sudah cukup sabar lho ya. Jangan karena aku diam aja kamu kalau ngomong menghinaku..."
Aku langsung membanting novelku dan beranjak menghampiri Vino dan Ardi. Aku langsung menarik seragam Vino.
"Kamu ya! Ayo sini!!"
"Lho Fli! Apa Fli?!"
Aku menggeret Vino keluar kelas dan membawanya ke lapangan.
"Rafli! Rafli!" Banyak teman-teman kelas lain yang menyoraki aku.
Di lapangan, aku langsung meletakkannya dengan posisi tidur. Aku mendudukinya. Aku langsung menampar pipinya dan menjambak rambutnya.
Semua teman-teman berkerumun dan bersorak hura-hura di lapangan.
"Sudah Fli sudah," Aisha mencoba meleraiku.
"Diam!" Aku melanjutkan aksiku dengan Vino.
"Lho lho ngapain sih Fli? Udah udah!" Revan datang dari koperasi mencoba meleraiku. Tapi aku tidak menghiraukannya. Di saat aku beraksi, Ardi berada di sampingku kebingungan melihat Vino.
Setelah itu, aku menarik mereka berdua ke sebuah tiang tidak jauh dengan tiang bendera. Di kejauhan, aku melihat ada tali yang tidak terpakai.
"Van, ambil tali itu! Cepat! Jangan lama-lama!"
Awalnya Revan tidak mau mengambilnya. Tapi karena aku paksa, ia pun mengambil talinya. Aku langsing meraih talinya. Aku meletakkan mereka berlawanan arah. Vino di depan, sedangkan Ardi dibelakngnya. Aku mengikat talinya ke mereka dengan sangat rapat.
"Kau harus di hukum," kataku sambil mengikat talinya.
Aisha berada di sampingku mencoba menenangkanku.
"Diamlah! Ini karena kamu aku di-bully satu sekolah!"
"Ampun Fli. Aku cuma bercanda..."
Aku tidak memperdulikan Vino yang meminta ampun. Aku terus berusaha mengikatnya. Revan daritadi bingung mencari solusi untuk meleraikanku.
"Sudahlah jangan bertengkar terus!" Anas berada di sebelahku mencoba melerai.
"Biarkan! Diam! Emang, ini lho yang memulai!"
Aku menarik seragam Vino dan berusaha menyobeknya.
"Flii! Jangan Flii!"
"Kamu harus disobek seragammu!"
"Jangan Flii!"
"Kamu sampai cari gara-gara sama aku, Awas!" Aku menjambaknya dan meninggalkannya kepanasan di lapangan. Tidak lama, kerumunan sudah mulai bubar.
Revan mencoba untuk menenangkanku dan bertanya apa yang terjadi.
"Apa yang terjadi?"
"Itu... Ardi dan Vino menghinaku. Karena aku sudah naik pitam dan pertahananku bobrok, aku serang saja mereka"
"Wahh... Ku kira kamu takut sama mereka"
"Buat apa? Jangan mau dong kalau dihina. Sekali-kali perlu diberi pelajaran biar kapok"
"Bener juga. Biarkan sajalah mereka"
Sejak saat itu, mereka tidak berani mencari masalah denganku. Aku merasa bangga setelah hari itu. Awas saja jika cari gara-gara sama aku.
Komentar
Posting Komentar